Kisruh Tambang Timah Ilegal Mentok: Jejak Oknum RW dan Dugaan Transaksi Gelap




BANGKA BARAT – Situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di wilayah Keranggan, Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, tengah berada dalam sorotan tajam publik. Sorotan itu muncul bukan tanpa alasan: dalam sepekan terakhir, aktivitas tambang timah ilegal menggunakan ponton isap produksi (PIP) dilaporkan beroperasi bebas di perairan Keranggan. Ironisnya, hingga kini belum ada langkah tegas dari aparat penegak hukum (APH) setempat. Sabtu (17/5/2025).

Puncak dari kekisruhan ini terjadi pada Jumat siang (16/5/2025), ketika ratusan warga Desa Keranggan menggeruduk sebuah gudang milik seorang warga bernama Ajang. Aksi massa ini diduga sebagai bentuk protes dan penagihan janji kepada panitia tambang ilegal yang sudah beroperasi selama empat hari berturut-turut.

Dalam video yang beredar luas di media sosial, terlihat jelas kekisruhan terjadi di gudang Ajang. Wajah Ajang pun terekam dengan gamblang, disebut-sebut sebagai salah satu koordinator atau panitia tambang ilegal. 

Aksi tersebut membuat suasana kian memanas dan menunjukkan bahwa persoalan tambang liar ini telah menyulut emosi masyarakat secara terbuka.

Lebih jauh lagi, kejadian itu mengindikasikan adanya potensi konflik horizontal di masyarakat. Sumber dari lapangan menyebut sebelumnya sudah terjadi insiden saling kejar antar dua kelompok panitia tambang ilegal sambil membawa senjata tajam. Ketegangan tersebut memperlihatkan bahwa persoalan tambang ini bukan sekadar soal ekonomi ilegal, melainkan juga mulai menyentuh aspek keamanan warga.

Kecurigaan Pembiaran dan Pembiaran Kecurigaan
Pertanyaan besar kemudian muncul: mengapa kegiatan tambang ilegal bisa leluasa beroperasi hampir sepekan penuh tanpa hambatan? Dan mengapa APH belum mengambil tindakan hukum terhadap mereka yang terang-terangan melanggar aturan dan mengganggu ketertiban umum?
Salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya menilai bahwa kelenggangan aktivitas tambang ilegal ini mengindikasikan adanya pembiaran oleh pihak-pihak berwenang. 

"Logikanya, mana mungkin oknum penambang berani beroperasi jika tak merasa aman atau mendapat restu dari pihak tertentu. Kalau memang tidak ada backing, pasti sudah bubar," ungkapnya tegas.

Mirisnya, menurut informasi yang beredar di masyarakat, kegiatan ini tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Sumber tersebut menyebut bahwa aktivitas tambang akan kembali berjalan pada Minggu (18/5) atau Senin (19/5). Rencana berlanjutnya tambang ilegal ini memunculkan asumsi bahwa hukum sedang ditantang secara terang-terangan.

Bayang-bayang Peran Oknum RW dan Tokoh Masyarakat
Yang membuat situasi semakin kompleks adalah dugaan keterlibatan sejumlah tokoh masyarakat, termasuk tiga oknum ketua RW di Desa Keranggan yang disebut-sebut mendapatkan jatah hasil tambang. Ketiga oknum itu berinisial Hdr, Ab, dan Skd.
"Informasinya mereka menerima Rp 1.000 per kilogram timah dari hasil tambang ilegal itu," terang seorang warga kepada media ini.
Keterlibatan oknum RW, jika terbukti benar, merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanat warga yang telah memberi mereka kepercayaan. 

Alih-alih menjaga keamanan dan tatanan sosial di wilayah masing-masing, mereka justru terindikasi ikut memperkuat ekosistem ilegal demi keuntungan pribadi.

Citra APH di Ujung Tanduk
Ketiadaan respons tegas dari APH atas kejadian ini telah memicu gelombang ketidakpercayaan publik. 

Video kejadian dan wajah pelaku yang begitu terang di media sosial menjadi bukti yang seharusnya cukup untuk memulai langkah hukum. Namun, diamnya APH justru memberi ruang bagi publik untuk berpikir adanya kolusi atau ketertutupan.

"Kalau sudah seperti ini, bagaimana masyarakat bisa percaya pada aparat hukum? Jangan salahkan warga jika kelak mengambil tindakan sendiri," ujar salah satu warga yang kecewa.

Masyarakat menuntut kehadiran negara, minimal melalui tindakan nyata aparat, dalam menertibkan aktivitas tambang ilegal yang berpotensi menjadi benih konflik sosial. 

Apalagi jika benar ada keterlibatan oknum perangkat desa atau tokoh masyarakat, maka harus ada sanksi tegas, agar tidak menjadi preseden buruk di wilayah lain.

Menanti Tindakan Nyata
Hingga berita ini diturunkan, tim media masih berupaya mengonfirmasi pihak-pihak terkait, termasuk jajaran kepolisian di Kabupaten Bangka Barat. Masyarakat menunggu dengan penuh harap agar hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, dan keadilan benar-benar hadir di tengah masyarakat yang mulai resah dengan maraknya praktik-praktik tambang ilegal.
Kejadian ini seharusnya menjadi titik balik bagi APH untuk menunjukkan keberpihakan mereka kepada hukum dan masyarakat, bukan pada kelompok yang bermain di zona abu-abu. 
Sebab jika tidak, citra aparat akan terus merosot dan yang tersisa hanyalah rasa kecewa yang mendalam di hati rakyat. (Yopi.H/KBO Babel)

Baca Juga

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama